Mayora Group Desak PT IBL Tuntaskan Kasus PHK Sepihak
Dugaan kuat bahwa PT IBL berusaha menghindari tanggung jawab untuk memberikan hak-hak normatif kepada para pekerja yang di-PHK, muncul karena ketidakjelasan dalam proses penyelesaian kasus. PT IBL diduga melanggar peraturan yang tertuang dalam UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2013 jo UU No 6 tahun 2023 dan perubahannya di UU Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020), serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Hak-hak Pekerja yang Terabaikan
Menurut peraturan yang berlaku, perusahaan yang melakukan PHK wajib memberikan kompensasi kepada pekerja berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (UPMK), uang pengganti hak (UPH), dan BPJS Ketenagakerjaan berupa Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun.
Para pekerja yang di-PHK sebelumnya bekerja pada proyek-proyek milik PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) di berbagai kota di Indonesia. Masa kerja mereka bervariasi, mulai dari 2,5 tahun hingga 14 tahun. Kontribusi mereka dalam berbagai proyek yang dikerjakan oleh PT. Indo Buana Lestari untuk kepentingan PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) selama bertahun-tahun tidak dihargai dengan proses PHK yang adil dan transparan.
Mayora Group Desak Penyelesaian Kasus
PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) menyatakan bahwa mereka mengetahui perihal PHK sepihak yang dilakukan PT IBL. PT TFJ bahkan diundang sebagai saksi dalam musyawarah di Disnaker antara PT IBL dan para pekerjanya pada tanggal 17 September 2024.
Wowo Wahtoto, SH, Business Partner Manager PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group), menegaskan bahwa PT TFJ memiliki beban moral untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. PT TFJ akan mengirimkan surat kepada PT IBL agar segera menyelesaikan masalah tersebut dengan baik sesuai dengan UU yang berlaku.
PT TFJ menekankan bahwa PT IBL, sebagai vendor kontraktor yang mengerjakan proyek Plumbing dan HVAC di proyek Tenjolaya, bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban kepada karyawannya sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. PT TFJ hanya bermitra dengan PT IBL, bukan dengan karyawannya.
Tuntutan Hukum dan Langkah Pidana
Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., selaku kuasa hukum para pekerja, mengungkapkan bahwa PT IBL menawarkan uang kerohiman 1 bulan gaji kepada para pekerja pada Agustus lalu. Namun, pada saat mediasi, PT IBL tidak mengakui para pekerja sebagai karyawannya. Padahal, para pekerja telah bekerja di PT IBL selama bertahun-tahun, dengan masa kerja terlama mencapai 14 tahun.
Lebih memprihatinkan lagi, PT IBL tidak menyertakan para pekerja dalam BPJS Ketenagakerjaan, yang merupakan kewajiban perusahaan berdasarkan Undang Undang No. 40/2004 dan UU No. 22/2011. Hal ini membuat para pekerja kehilangan hak atas Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun.
Bernard menyatakan bahwa pihaknya akan menempuh langkah pidana berdasarkan Pasal 55 UU BPJS, yang menyatakan bahwa pemberi kerja yang melanggar ketentuan mengenai BPJS dapat dipidana dengan penjara paling lama 8 tahun atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
Kasus PHK Sepihak: Sebuah Refleksi
Kasus PHK sepihak yang dialami oleh para pekerja PT IBL menjadi refleksi penting tentang pentingnya perlindungan hak-hak pekerja di Indonesia. Perusahaan harus bertanggung jawab atas kesejahteraan pekerja dan mematuhi peraturan yang berlaku dalam melakukan PHK. Pekerja juga memiliki hak untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum jika hak-hak mereka dilanggar. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak terjadi lagi di masa depan.
Pentingnya Peran Serikat Pekerja
Peran serikat pekerja dalam memperjuangkan hak-hak pekerja sangat penting dalam kasus seperti ini. Serikat pekerja dapat membantu pekerja untuk memahami hak-hak mereka, bernegosiasi dengan perusahaan, dan mengajukan tuntutan hukum jika diperlukan. Peningkatan kesadaran dan peran aktif serikat pekerja sangat dibutuhkan untuk melindungi hak-hak pekerja dan mencegah terjadinya kasus PHK sepihak yang merugikan pekerja.
Team/Red
GMOCT
Posting Komentar